Stockholm Syndrome (Indonesia : Sindrom Stockholm) adalah suatu respon psikologis dimana dalam kasus penyanderaan tertentu, korban sandera menunjukkan simpati dan kepedulian kepada penyandera.
Gampangnya, biasanya korban yang disandera memberi respon negatif ke si penyandera seperti takut, benci, marah. Tapi ini justru beda, korban sandera malah simpati dan terjalin keakraban antara korban sandera dan penyandera.
Ada satu kasus besar dimana nama Stockholm Syndrome ini berasal.
Mari kita bahas!
Sejarah Stockholm Syndrome
Pada tanggal 23 Agustus 1973, seorang pria masuk ke Bank Sveriges Kreditbanken di kota Stockholm, Swedia. Suasana di bank saat itu masih sepi, karena masih pagi. Ketika sudah di dalam, pria ini langsung mengeluarkan senjata dan menembakkan senjata ke langit-langit bank sambil berteriak “The party has just begun!” (Pestanya sudah dimulai)
Pria ini bernama Jan-Erik Olsson
Alarm bank berbunyi dan 2 orang polisi datang ke bank. Namun, Olsson langsung menembaki satu orang polisi, polisi yang satunya lagi diperintahkan Olsson untuk bernyanyi di depan para sandera. Olsson meminta tebusan berupa uang senilai 3 juta krona Swedia, kendaraan untuk melarikan diri, meminta teman dia saat di penjara, Clark Olofsson dibebaskan dan jaminan untuk melarikan diri bersama para sandera. Pemerintah mengabulkan permintaan Olsson, Clark Olofsson dikirim ke bank untuk dijadikan media komunikasi antara Olsson dan polisi, Olsson diberikan mobil Ford Mustang dengan bensin penuh, dan uang 3 juta krona. Tetapi, pemerintah menolak untuk memberikan jaminan untuk melarikan diri bersama para sandera.
Peristiwa ini mengundang perhatian dunia Internasional dan peristiwa ini ditayangkan di seluruh stasiun televisi Swedia. Bahkan, publik Swedia sampai membanjiri kantor polisi untuk memberikan saran dan pendapatnya agar para sandera bisa bebas.
4 orang sandera yang terdiri dari 3 wanita dan 1 pria ditempatkan oleh Olsson di brankas bank yang sempit. Kejadian ini membuat Olsson dan para sandera menjalin suatu ikatan yang “aneh”. Salah satu sandera bernama Kristin Enmark pernah bermimpi buruk dan menangis, Olsson langsung memberikan jaket wolnya dan menenangkannya, Olsson juga memberikan hadiah berupa satu butir peluru agar Kristin tidak bersedih lagi.
Kebaikan Olsson juga dirasakan oleh sandera lainnya yang bernama Brigita Lundbald. Brigita pernah mencoba untuk menelepon keluarganya namun gagal, Olsson langsung menyemangati Brigita dan berkata “Ayo coba lagi, jangan menyerah!”
\
Sandera lainnya yang bernama Elisabeth Oldgren mengaku kepada Olsson bahwa dirinya mengidap Claustrophobia (Fobia tempat sempit). Olsson membolehkan Elisabeth untuk pindah 30 meter di luar brankas dengan kondisi terikat.
Di hari kedua, kedekatan antara para sandera dan penyandera makin menjadi-jadi. Mereka mulai memanggil satu sama lain dengan nama depan mereka dan korban sandera merasa lebih takut dengan polisi daripada dengan para penyandera. Seorang polisi yang pernah memeriksa keadaan para sandera mengatakan bahwa para sandera kelihatan rileks dan tenang. Bahkan ketika Olsson mengancam para polisi dengan cara menyakiti para sandera, mereka masih melihat bahwa Olsson adalah orang yang baik dan memaklumi perbuatan Olsson
Penyanderaan ini berakhir pada tanggal 28 Agustus, polisi melempar gas air mata ke dalam bank yang membuat Olsson dan Olofsson menyerah. Saat polisi berusaha meringkus Olsson dan Olofsson, para sandera memeluk mereka dan menangisinya. Mereka mengatakan kepada polisi “tolong jangan sakiti mereka..”
Setelah Olsson dan Olofsson masuk penjara pun, para korban sandera masih mengunjungi mereka berdua. Satu cerita menarik, ketika Olsson bebas, Olsson menikahi salah satu sanderanya.
Pendapat para sandera tentang Olsson dan Olofsson
“Saya ingat bahwa dia (Olsson) sangat baik kepada saya karena membolehkan saya untuk keluar dari brankas.“
– Elisabeth Oldgren, sandera pengidap Claustrophobia
“Kami pikir dia (Olsson) itu adalah Tuhan di masa darurat.“
– Sven Safstorm, sandera pria
“Saya sepenuhnya percaya kepada Clark (Olofsson) dan si perampok (Olsson). Tapi taukah kau Olof (Nama perdana menteri Swedia) ? Kita lebih takut pada polisi yang akan menyerang kami dan membuat kami semua mati.”
– Kristin Enmark, ketika dia menelepon Perdana Menteri Swedia, Olof Palme
Sebenernya, banyak kasus lain yang terkait dengan Stockholm Syndrome. Tapi, diantara semua kasus, kasus inilah yang paling besar.
Cheers and stay safe!
Diogenes
Referensi :
https://www.history.com/news/stockholm-syndrome
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Norrmalmstorg_robbery
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Jan-Erik_Olsson