Politik etis merupakan salah satu kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah Hindia Belanda kepada seluruh rakyat Indonesia (dulu disebut sebagai bumiputera). Kebijakan ini dianggap sebagai salah satu pendorong pergerakan yang dilakukan oleh banyak para pemikir nasional di zaman penjajahan Belanda. Secara garis besar kebijakan ini membuat pemerintah Hindia Belanda harus memiliki tanggungjawab secara moral. Bahkan, seluruh pemikiran yang menjadi dasar dari kebijakan politik etis ini merupakan bentuk kritik. Tokoh yang paling berjasa dalam memperjuangkan politik ini merupakan aktivis sekaligus politisi Belanda yaitu Van Deventer dan Pieter Broshooft.
Pengertian politik etis
Defenisi dari politik etis adalah bentuk tanggung jawab moral pemerintah Hindia Belanda kepada wilayah jajahannya yang bertujuan untuk memperhatikan seluruh kesejahteraan rakyat. Hal ini bisa dilakukan dengan membangun fasilitas public hingga memberikan kesempatan bagi warga pribumi untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Latar Belakang politik etis
Ada beberapa latar belakang dari sejarah politik etis yang patut untuk dipahami. Sebagian besar dari latar belakang ini memang berkaitan langsung dengan seluruh penindasan yang dilakukan. Bahkan, tindakan itu memberikan nilai kerugian yang sangat besar. Berikut ini latar belakang pemberlakukan dari politik etis atau politik balas budi yang dirancang oleh Van Deventer adalah:
1. Sistem tanam paksa
Sejarah politik etis memang dimulai dengan adanya kegiatan tanam paksa yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda terhadap rakyat pribumi. Tindakan seperti ini tentu saja harus sesuai dengan kebutuhan dari pemerintah Belanda. Dampak yang ditimbulkan dari kegiatan tanam paksa ini membuat banyak rakyat pribumi sengsara dan berada di bawah garis kemiskinan untuk jangka waktu yang sangat lama.
Sistem tanam paksa sendiri pertama kali dikeluarkan oleh Gubernur Jendral yang baru diangkat pada 1830 yaitu Van den Bosch. Setelah dirinya tiba di pulau Jawa maka langsung memberikan kebijakan baru yang disebut dengan Cultuurstelsel atau sistem tanam paksa yang diberlakukan kepada rakyat pribumi. Tentu saja kegiatan tanam paksa ini memiliki sistem yang diatur dengan sangat baik sehingga bisa dijalankan dengan melibatkan rakyat pribumi.
Sayangnya, Cultuurstelsel tidak dijalankan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Hal ini berdampak pada kesejahteraan rakyat pribumi. Bahkan, sebagian besar dari rakyat pribumi mengalami kesulitan dalam memenuhi seluruh kebutuhan hidup sehari-hari. Ini yang membuat tingkat kelaparan dan kematian pada saat itu meningkat drastis. Belum lagi terjadi penindasan kepada rakyat kalangan bawah akibat pengambilan tanah secara paksa oleh bangsawan lokal yang bekerja sama dengan pemerintah Belanda.
2. Penerapan sistem ekonomi Liberal
Latar belakang lainnya yang mempengaruhi adanya penerapan politik etis adalah pemberlakukan dari sistem ekonomi liberal. Penerapan dari sistem ekonomi ini langsung dilakukan setelah kegiatan Cultuurstelsel telah dihapuskan pada 1863. Kebijakan ini memberikan kesempatan bagi modal asing melalui swasta yang masuk dengan mudah ke nusantara. Pada awalnya, sistem ekonomi liberal seperti ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun, hal yang terjadi justru membuat rakyat semakin menderita karena seluruh modal asing hanya menguntungkan para pengusaha besar saja termasuk para bangsawan lokal yang bekerja sama dengan pemerintah Hindia Belanda.
Kondisi seperti ini membuat rakyat pribumi hanya menjadi pekerja bagi pengusaha. Selain itu, kebijakan Koeli Ordonantie belum mampu memberikan perlindungan kepada pribumi terhadap kegiatan pemerasan. Bahkan, sistem tersebut justru membuat perbudakan semakin terlihat sangat legal melalui Ponale Sanctie.
3. Kritik dari intelektual hingga politisi asal Belanda
Ini adalah latar belakang yang memberikan pengaruh besar terhadap adanya politik balas budi. Kritik yang dilakukan oleh para intelektual asal Belanda membuat pemerintah mulai mempertimbangkan. Apalagi kritik ini berasal dari dua tokoh ternama yaitu Van Deventer dan Broshooft. Kedua tokoh asal Belanda ini memberikan kritik secara tegas kepada pemerintah Hindia Belanda dengan melakukan sistem tanam paksa. Mereka berdua menyarankan pemerintah harus segera menerapkan Kebijakan Politik Etis atau Politik Balas Budi. Menurut Van Deventer, pemerintah Belanda telah berhutang banyak kepada rakyat nusantara akibat sistem tanam paksa yang diberlakukan.
Balas jasa yang harus dilakukan pemerintah Hinda Belanda kepada rakyat Nusantara dengan memberbaiki nasib dan meningkatkan kesejahteraan. Beberapa kegiatan yang masuk dalam sistem politik seperti ini seperti memberikan edukasi secara merata kepada seluruh rakyat hingga meningkatkan kemakmuran.
Isi dari politik etis
Seluruh kritikan yang dilakukan Van Deventer dan Brooshooft membuat pemerintah Hinda Belanda mulai memperhatikan kesejahteraan dari rakyat pribumi. Perhatian pemerintah Belanda mulai diberikan setelah Ratu Wilhelmina yang baru saja naik takhta pada 17 September 1901 membuat pengumuman pada pembukaan parlemen. Ratu Wilhelmina menyatakan bahwa pemerintah Hindia Belanda memiliki hutang budi kepada seluruh rakyat pribumi yang ada di Hindia Belanda. Isi dari pidato itu juga berkaitan dengan kebijakan yang akan dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui beberapa tiga program seperti Emigrasi, Irigasi hingga Edukasi. Program ini kemudian dikenal dengan Trias Politika.
Berikut ini adalah penjelasan tentang seluruh isi dari perencanaan program yang masuk dalam sejarah poltik etis yaitu:
1. Emigrasi
Ini merupakan salah satu program dari politik balas budi yang diterapkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Program ini dilakukan dengan memperbaiki bidang kependudukan. Pemerintah Hindia Belanda mengakomodir untuk perpindahan sebagian besar penduduk dari tempat yang padat ke wilayah yang sangat sedikit jumlah penduduknya. Kegiatan seperti ini juga bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada banyak rakyat untuk memaksimalkan tanah yang menganggur.
2. Irigasi
Program ini berkaitan dengan pembangunan hingga perbaikan sarana pengairan untuk pertanian. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan hasil panen dari para petani pribumi yang sering mengalami gagal panel akibat perubahan cuaca. Selain itu, program irigasi ini juga bertujuan untuk mencegah kondisi kelaparan.
3. Edukasi
Ini merupakan salah satu program yang dianggap sangat penting bagi kesejahteraan bagi rakyat pribumi. Program ini dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan sistem pengajaran hingga pendidikan yang merata bagi rakyat. Adanya program ini maka seluruh rakyat pribumi dari kalangan bawah juga bisa menikmati pendidikan.
Penyimpangan politik etis
Tentu saja pada pelaksanaan program Trias Politika mengalami hambatan. Terjadi berbagai penyimpangan yang membuat sebagian dari rakyat pribumi juga terkena dampaknya. Berikut ini berbagai penyimpangan yang terjadi seperti:
1. Penyimpangan irigasi
Penyimpangan ini terjadi karena sistem pengairan yang diberlakukan hanya pada beberapa wilayah atau perkebunan saja. Biasanya tanah yang mendapatkan pengairan merupakan perkebunan milik pemerintah Belanda atau bangsawan lokal yang bekerja sama dengan Belanda.
2. Penyimpangan emigrasi
Pada program emigrasi juga terjadi penyimpangan yang membuat sebagian rakyat pribumi harus rela menjadi pekerja di perkebunan milik Belanda di beberapa wilayah seperti Deli hingga Suriname. Bahkan, rakyat pribumi yang pindah ke wilayah itu hanya menjadi pekerja kontrak.
3. Penyimpangan Edukasi
Program ini memang dilakukan pemerintah Hindia Belanda. Namun, sistem pendidikan yang diberlakukan justru hanya menghasilkan tenaga kerja administrasi yang dibiayai dengan harga murah.