Kita mengenal Charles Darwin sebagai sosok yang berkontribusi besar terhadap teori evolusi melalui bukunya On the Origin of Species by Means of Natural Selection yang secara singkat menyatakan bahwa manusia dan simpanse punya nenek moyang yang sama.
Tetapi kesuksesan beliau tidak serta merta membuat ia hidup bahagia. Usut punya usut, Charles Darwin seringkali mengeluhkan adanya penyakit dalam dirinya yang diderita dari sejak ia remaja hingga kematiannya.
Selama hidupnya tersebut, ia menuliskan catatan mengenai kesehatannya. Ia menyebut mempunyai berbagai macam komplikasi mulai dari getaran otot, serangan panik, vertigo, jantung berdebar, sesak napas, dan masalah pencernaan seperti murtah serta perut kembung.
“Kumpulan gejala aneh Charles Darwin menantang para ahli medis pada zamannya untuk menjelaskan,” kata Jeffrey M. Marcus, profesor di Departemen Ilmu Biologi Manitoba University.
“Dia mencoba berbagai perawatan. Banyak orang baik di zaman Darwin maupun sekarang curiga jika hipokondria penyebab kesengsaraan Darwin,” tambahnya.
Biarpun demikian, walaupun semasa hidupnya ia menderita penyakit, tetapi Charles Darwin berhasil hidup hingga usia 73 tahun dan meninggal diduga akibat serangan jantung.
Mengingat riwayat kesehatannya yang bervariasi, sejarawan dan ilmuwan sampai sekarang berusaha mengetahui prognosis tentang penyakit Darwin yang sesungguhnya—walaupun sudah mati lebih dari satu dekade yang lalu. Dalam banyak penelitian, mereka menemukan 40 diagnosis yang berbeda, termasuk di antaranya adalah penyakit Chagas, lupus sindrom, iritasi usus, dan lain-lain.
Sebuah penelitian terbaru di Denisea ternyata juga berhasil menemukan suatu hal yang baru. Mereka membuka kembali catatan Darwin terhadap kesehatannya serta gejala penyakit yang pernah ia keluhkan semasa hidupnya sebagai seorang naturalis.
Peneliti Erwin Kompanje dan Jelle Reumer mencatat kemungkinan besar prognosis Darwin adalah terkena penyakit Lyme. Ia diduga kuat tertular penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Borrelia melalui kutu.
Peneliti juga berpendapat jika ia tertular penyakit tersebut selama di Inggris. Bukan saat melakukan ekspedisinya di wilayah tropis, termasuk pulau Galapagos.
Gejala pada Darwin cocok dengan tanda-tanda seseorang yang terjangkit penyakit Lyme. Penyakit ini diketahui menyebabkan gejala neurologis, seperti kepanikan, vertigo, otot gemetar, serta masalah pencernaan yang telah dijelaskan Darwin dalam catatan diary kesehatannya.
“Kami menganggap penyakit Lyme sebagai diagnosis penyakit Darwin yang lebih masuk akal dibandingkan dengan diagnosis lainnya,” kata Kompanje.
Walaupun demikian, tetap ada keraguan mengenai vonis penyakit yang dideritanya. Bagaimana tidak, hal ini mengingat bahwasanya penyakit Lyme itu sendiri mempunyai gejala-gejala yang mirip dengan penyakit lain karena berhasil berkamuflase dengan penyakit-penyakit lain.
“Gejala Lyme tidak konsisten antara satu pasien dengan yang lain,” tambah Marcus, peneliti yang tidak terlibat dalam studi.
Hal lainnya juga diungkapkan tara MOriarty, ahli penyakit menular di University of Toronto. Ia mengungkapkan bahwa tidak ada bukti ilmiah yang nyata soal hipotesis tersebut.
“Sangat mungkin Charles Darwin tertular penyakit Lyme yang disebabkan bakteri Borrealis dari kutu. Namun, gejala yang dituliskan oleh para peneliti merupakan buikan gejala umum penyakit Lyme,” kata Moriarty.
Berarti di sinilah rekam jejak misteri kesehatan Charles Darwin semasa hidupnya, tetap menjadi misteri. Namun saat ini, banyak ilmuwan sepakat bahwa penyakit yang diderita Darwin adalah penyakit Lyme.
https://gizmodo.com/new-theory-suggests-charles-%20darwin-suffered-from-lyme-d-1831547281